Hakekat, epistimologi, dan aksiologi pembelajaran
Pentingnya dokumentasi dan publikasi dalam pembelajaran atau perkuliahan yaitu bisa memberikan gambaran kepada masyarakat tentang bagaimana peran dosen, mahasiswa, guru, siswa, dan berbagai macam tugas-tugas yang harus dikerjakannya. Hal ini menunjukkan begitu beratnya proses pendidikan. Jadi dengan adanya berbagai tayangan tentang wisuda “hoax” itu dapat menciderai dunia pendidikan. Selain bermanfaat untuk mendidik secara tidak langsung, dokumentasi dan publikasi ini juga untuk menunjukkan akuntabilitas pendidikan.
Dalam pembelajaran terdapat derajat atau degree. Derajat tersebut meliputi:
a. Derajat paling rendah yaitu teaching.
b. Tingkat selanjutnya yaitu mengajar berbasis research. Permasalahan yang sering menjadi penggoda dalam tingkatan research yaitu adanya behaviorisme. Karena pembelajaran dengan behaviorisme merupakan pembelajaran yang paling nikmat dan murah. Seandainya pembelajaran berbasis research, maka pembelajaran dilakukan dengan penelitian baik oleh dosen maupun mahasiswanya. Tentu hal ini membutuhkan biaya dan waktu yang sangat banyak.
c. Derajat berbasis membangun hidup atau konstruktif. Tulang punggung dari basis konstruktifis ini adalah hermeneutika. Hermeneutika merupakan filosofi dari hidup, akan tetapi tidak hanya kehidupan manusia, tumbuhan, binatang dan benda-benda alam semesta dari awal hingga akhir zaman. Jika direduksi, hermeneutika dari kehidupan merupakan terjemah dan diterjemahkan. Keluarga bisa berlangsung karena suami menterjemahkan istri dan istri menterjemahkan oleh suami, istri diterjemahkan suami dan seterusnya. Hal ini merupakan kodrat yang melekat pada semua bangsa. Semua unsur ciptaan Tuhan berada dalam unsur membangun. Orang yang akan mati maka dia harus membangun akhiratnya, sehingga didapatkannya husnul khotimah. Membangun yang bagus yaitu diakukan dengan kesadaran.
Kualitas kegiatan dalam kehidupan ada berbagai macam:
a. Tingkatan paling rendah adalah kuantitatif atau bilangan.
Dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan matematika hanya 2-5%. Matematika atau kuantitatif itu meliputi mengukur, membilang, menghitung, penjumlahan, mengurangi, mengalikan, operasi bilangan, menggunakan rumus integral, persamaan, dalam kehidupan sehari-hari. Penggunakan matematika dalam rumah saya lebih banyak menggunakan diatas kuantitatif, yaitu kualitatif.
b. Tingkat selanjutnya yaitu kualitatif.
Kualitatif itu meliputi kuantitatif, akan tetapi kuantitatif tidak meliputi kualitatif. Kualitatif dapat berupa alasan, kreatif, renovasi, alternative, relative, tambahan, dan kualitas. Kualitas juga dapat terdiri dari relative, dinamis, inovasi, disrupsi, kendala, tertunda, tambahan, mendahului, baik, buruk, dll.
c.Tingkat paling tinggi adalah intuisi dan persepsi.
Intuisi meliputi sulit, sukar. Rumus dalam matematika itu bukan berupa sulit dan sukar. Sulit dan sukar itu berada pada manusia itu sendiri dan rumus matematika tidak pernah membicarakan sulit dan sukar.
Matakuliah kajian merupakan penelitian. Tingkatan dari mata kuliah ini berada pada tingkatan membangun. Didalam prosesnya terdapat filsafat, etika, dan metafisika dibalik suatu fenomena.
Kurikulum kampus merdeka itu sangat bagus konsepnya. Akan tetapi, main set pada diri manusianya yang menjadikan kurikulum ini dipandang negatif. Bagaimana kurikulum ini tidak bagus, karena mahasiswa diberi kesempatan untuk mengenyam perkuliahan lain disamping prodi awal yang telah digeluti. Jadi mahasiswa akan mendapat tambahan wawasan dan menumbuhkan keilmuan sesuai minat mahasiswa.
Warna yang paling etik dan estetik adalah warna putih. Putih itu estetiknya berkaitan dengan urusan dunia, belum sampai akhirat.
Psikologi pikiran manusia, keilmuan dalam arti pikiran menurut pandangan Immanuel Kant bahwa ilmu adalah sintetik apriori. Hal ini menimbulkan aliran kritisisme.
Kurikulum melingkupi berbagai hal, termasuk ideology pendidikan, dan juga teori dan paradigm. Ideology pendidikan di Indonesia yaitu demokrasi Pancasila. Teori dan paradigm meliputi berbagai hal terkait proses pembelajaran misalnya metode, model, dan pendekatan pembelajaran. Apa beda dari metode, model, dan pendekatan pembelajaran? Hal ini bergantung kepada referensi apa yang digunakan. Hal ini dikarenakan jika menggunakan referensi yang berbeda, maka tidak akan muncul titik temu bagaimana perbedaan tersebut. Jika ditinjau secara intuitif, maka sumber utama adalah filsafat. Dari filsafat turun dalam bentuk paradigm. Dari paradigm tersebut diturunkan menjadi teori. Teori ini berupa strategi-strategi dan model pembelajaran yang berupa sintak pembelajaran.
The power of Mathematics bisa menjadi chord sehingga memunculkan the power of life. The power of mathematics ini akan muncul jika kita mampu merentangkan daya matematika dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dari pertemuan tersebut maka dapat meningkat menjadi the power of spiritual, the power of heart, kekuatan hati dan doa.
Jadi matematika bermula dengan memperkirakan, dilanjutkan menjelaskan, mengorganisasi, memilah-memilih, memikirkan, menulis atau menyatakan, memfokuskan, dan mengambil kesimpulan. Proses perjalanan ini identik dengan proses kehidupan.
Persiapan pembelajaran
Hidup merupakan pilihan. Termasuk bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran dan bekerja. Persiapan pembelajaran yang harus dilakukan adalah
a. Telaah kurikulum
b. Telaah silabus
c. Membuat RPS
d. Membuat LKS/LKPD sesuai dengan referensi yang digunakan.
Budaya merupakan interaksi. Interaksi antara sebaya, interaksi dengan guru, interaksi dengan masyarakat, interaksi antar suku, interaksi antar bangsa. Akan tetapi pada saat pandemic konsep budaya ini mengalami pergeseran. Budaya bergeser menuju budaya daring. Dalam budaya daring ini terdapat nilai didalamnya.
Perbedaan nilai luring dan daring yaitu dalam penanaman nilai. Pada saat pembelajaran daring lebih dijaga, karena direkam dan dapat berefek pada bentuk lain. Jika dalam luring, interaksi dapat dilakukan secara lansung dan dapat terselesaikan pada saat pelaksanaan pembelajaran.
Apersepsi merupakan pendahuluan. Pelaksanaannya dilakukan dengan konteks, yaitu terkait agar siswa siap. Semua yang terjadi dalam dunia ini terjadi dengan diawali apersepsi. Siapa yang seharusnya siap? Yang harus siap adalah siswanya bukan gurunya. Apersepsi itu berupa kegiatan, bukan berupa mengingat kembali. Kegiatan a mendahului kegiatan b, sehingga sebelum menuju kegiatan b maka siswa siap terlebih dahulu dengan melakukan kegiatan a.
Apersepsi merupakan konteks. Konteks diluar kelas dapat berupa benda kongkrit, konteks diluar kelas dapat berupa pelajaran sebelumnya.
Terdapat istilah yang berbeda tetapi mengalami maksud yang sama dalam pembuatan rencana pembelajaran,
1. Skema pencapaian kompetensi
2. Skenario pembelajaran
3. Rantai kognitif
4. Learning trajectory: buku dan silabus
5. Lintasan belajar
Pembuatan skema pembelajaran ini harus dibuat secara kuat dan detail. Misalnya setelah melakukan kegiatan a, apa yang harus dilakukan siswa. Jika siswa tidak bisa, maka siswa harus melakukan apa lagi. Jadi skema pembelajaran tidak terhenti dalam satu rencana.
Terdapat kisah pembelajaran matematika di kelas 2 SD, di London Selatan. Satu kelas terdiri dari 32 siswa, dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok A terdiri dari 16 siswa, dan kelompok B terdiri dari 16 siswa. Kelompok A tetap terdiri dari 16 siswa, kelompok B dipecah menjadi 4, 4, 4, 2, 2 siswa. 2 siswa merupakan siswa dengan kemampuan tinggi, 12 siswa merupakan siswa dengan kemampuan sedang. 2 orang dengan kemampuan paling rendah. Sedangkan 16 orang di kelompok A merupakan siswa dengan kemampuan rata-rata. Siswa kelompok A duduk melingkar secara lesehan. Salah satu siswa kelompok A diminta untuk mengambil keranjang berisi berbagai bentuk geometri. Berbagai bentuk geometri tersebut di letakkan di tengah lingkaran kelompok A. Masing-masing meja di kelompok B, diberi LKS dan diberi instruksi agar masing-masing kelompok menyelesaikan LKS. Jika sudah selesai maka siswa diminta melaporkan dan mengambil LKS yang lainnya lagi. Guru memposisikan dengan mendampingi kelompok A. Guru memberi pertanyaan dan penerapan tentang bangun datar dan bangun ruang. Guru memulai dengan mengambil satu bangun, kemudian menceritakan dan menanyakan tentang bangun tersebut. Selanjutnya Guru meminta salah satu siswa bergantian mengambil dan menjelaskan bangun yang dipilih. Ini dilakukan secara bergantian sampai selesai. Jadi dalam satu waktu guru melayani siswa dengan berbagai kemampuan siswa, berbagai variasi interaksi, berbagai aktivitas, dan konsep nilai menjadi assessment.
Komentar
Posting Komentar